Pesta dadung asalan mulaya dikenalkan ke masyarakat luar desa setelah pemimpin atau kepala desa baru, yitu Bapak Angkin Jiwa Laksana pada tahun 1818. Sebelumnya pesta dadung merupakan sarana bermain anak-anak yang diangkat dan dijadikan kebiasaan masyarakat yang ditampilkan dalam pertunjukkan yang lebih menarik. Pada waktu itu kepala Desa mendatangkan grup seniman sunda salendro dan pelog dari Cirebon ditambah tambang atau daddung. Dadung memiliki panjang kurang lebih 12 meter, tujuannya sebagai perkakas ngibing atau menari dan membawaken lagu yang diiringi gamelan. Ibing atau tarian yang dipake adalah tarian/ibing jalak pengkor (burung jalak pincang) hasil kreasi Bapak Angkin Jiwa Laksana. Sedangkan kawih/tembang untuk mengiringi gamelan menggunakan musik kangsreng atau waledan. Kedua musik ini ciptaan Sunan Gunung Djati atau yang biasa disebut Wali Sanga, oleh karena itu pergelarn pesta dadung mempunyai visi untuk melestarikan kehidupan agraris dan berkembangnya ajaran Islam. Sebab dahulu tersebarnya agama Islam sangat efektif melalui kesenian. Perubahan dari sebuah permainan anak-anak ini menjadi sebuah tradisi dan pesta yang meriah dan semarak, hanya mengandalkan sektor pertanian dan peternakan yang diolah secara tradisional setelah hasik panen tiba. Dadung artinya tambang, biasanya dibuat dari kulit kayu waru yang memiliki fungsi untuk mengingat kerbau atau sapi. Seperti ritual-ritual lainnya, pesta dadung dilaksanakan satu kali dalam setahun pada musim panen ketiga (musim kemarau) menghadapai musim hujan tiba. Namun dengan perkembangan jaman dan iklim yang tidak menentun, pelaksanaan pesta ini dilaksanakan setiap tanggal 18 Agusutus terkait dengan perayaan HUT Kemerdekaan Republik Indonesia yang bertempat di Balai Desa.
Pelaksanaan Pesta Dadaung Pesta dadung awalanya diirng ku gamelan yang kumplit, namun gamelan tersebut terbakar pada masa DI / TII, selanjutnya diganti dengan dogdog dan gamelan pelog dan salendro. Upacara ini mempunyai tahapan dalam pelaksanaannya, tahpan nya adalah : 1. Kebaktian 2. Rajah Pamunah (Tulak Allah atau Qulhu Sungsang) 3. Hiburan yaitu tayuban Upacara akan dimulai apabila semua persiapan dan persyaratan semua sudah terpenuhi, persyaratan itu antara lain: pengumpulan dadung sipuh atau dadung pusaka, yaitu dadung yang paling besar (dadung Keramat) serta dadung yang dimiliki oleh penggembala. Sesajen yang dibangun tinggi, yaitu parawanten, berbagai sirup atau rujak, serta jajanan pasar. Setelah semua persyaratan dianggap kumplit, acara upacara selanjutnya adalah membakar kemenyan dan membaca mantra, seperti ini mantranya : Alloh kaula pangampura parukuyan rat gumilang aseupna si kendi wulang ka gigir ka para nabi ka handap ka ambu ka rama nu calik tungtung damar kadaharan tungtung kukus sakedap kanu kagungan setelah selesai mebacakan mantra, dadung milik para pengembala diambil oleh para pemilik masing-masing, sedangkan dadung keramat disimpan dalam tampan yang dibawa oleh ronggeng (penari perempuan) sambil menari. Dadung tersebut selanjutnya diberikan kepada kepala desa serta diserahterimakan kepada Raksabumi untuk diberikan kepada kepala upacara. Gulungan dadung kemudian dibuka, satu ujung dadung dipegang sama kepala upacara dan yang satu lagi dipegang sama ketua RT. Selanjutnya kepala ucapara (pembawa upacra) membacakan rajah pamunah, yang diteruskan membaca tulak Allah, setelah itu, dadung ditarik sama kepala desa dan aparat yang lainnya serta ronggeng dalam tembang renggong buyut, setelah selesai dadung disimpan kemudian acara dilanjutkan dengan tayuban, ronggengna yaitu penggembala serta masyarakat yang hadir dalam upacar tersebut, mereka menari sampai pagi-pagi sampai jam 04.00 WIB.
Falsapah dari tradisi upacara pesta dadung yaitu upacara dadung merupakan kesenian tradisional Masyarakat Kabupaten Kuningan yang masih menjungjung tinggi nilai budaya leluhur dari tahun ke tahun. Nilai yang dalam tradisi ini salah satunya nilai reliji, dimana tradisi ini , dimana tradisi ini awal dari kebiasaan pengembala dan petani yang menjadi media mengungkapkan rasa syukur, sebab dadung pada waktu itu dipakai untuk mengikat kerbau atau sapi untuk membajak sawah. Selain itu pesta dadung merupakan media untuk penyebaran agama islam di kabupaten kuningan, sebab pada waktu itu pertama kali ajaran islam masuk ke kabupaten kuningan pesta dadung sudah menjadi pertungjukan dan hiburan masyaraktnya yang dimanfaatkan oleh Sunan Gunung Djati untuk menyebarkan agama islam.
0 komentar:
Posting Komentar